Mentransformasi Pesan Moral ‘Idul Qurban
Dalam Kehidupan Bernegara
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمدُ لله الّذي بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ،
وَبِفَضْلِهِ تَتَنَزَّلُ الرَّحْمَاتُ، أحمدُه سبحانَهُ وأشكُرُه، شَرَعَ لَنَا
الأَعْيادَ، وَأَفَاضَ علَيْنا السُّرُورَ، ونَوَّرَ قلوبَ المؤمنين بنُورِالتقوى
والحُبُوْرِ، وأشهد أنْ لا إله إلاّ اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ اْلعَزِيْزُ
الْغَفُوْرُ، وأشهد أنّ سَيِّدَنا محمدًا عبدُه ورسولُه، أَرْسَلَهُ اللهُ تعالى بَيْنَ
يَدَي السَّاعَةِ بَشِيْرًا ونَذِيْرًا، وَدَاعِيًا إلى اللهِ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا
مُنيرًا، فَبَلَّغَ الرِّسَالَةَ، وأَدَّى الأَمَانَةَ، ونَصَحَ الأُمَّةَ، وجَاهَدَ
في الله حقَّ جِهادِه حتَّى أتاهُ اليقين، فصلواتُ اللهِ وسَلَامُه عليهِ، وعلى
آله الطَّاهِرِيْن، وصَحَابَتِهِ الطَيِّبِيْنَ، والتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ
بإِحْسَانٍ إلى يومِ الدِّين.
أمّا بعد: فيا أيها المسلمون، اتَّقُوْااللهَ تعالى حقَّ
التَّقْوَى فَإِنَّ أَكْرَمَ الْعِبَادِ عِنْدَ رَبِّهِ الأَتْقَى.
قال تعالى: (يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ
تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ). (يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا
اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ
وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ
فَوْزًا عَظِيْمًا)
الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله
أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر.
الله أكبركبيرًا والحمد لله كثيرًا وسبحان الله بكرة
وأصيلا، لا إله إلاّ الله وحده، صدق وعده، ونصر عبده، وأعزّجنده وهزم الأحزاب
وحده. لآإِلَهَ
إِلاَّ اللهُ وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنُ وَلَوْ
كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُوْنَ وَلَوْ كَرِهَ
الْمُنَافِقُوْنَ.
الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر ولله الحمد.
Ikhwanie
kaum Muslimin dan Muslimat rahimakumullah
Di pagi yang penuh berkah
ini, di balik hati yang cerah ceria, kita
kembali mengumandangkan takbir berulang-ulang, sebagai pernyataan yang tulus
dan ikhlas akan kebesaran dan keagungan Allah SWT, sekaligus sebagai pengakuan
bahwa kita adalah hamba yang teramat kecil, sangat lemah dan penuh
keterbatasan. Kita memuja dan memuji kepada-Nya
sebagai wujud kesyukuran atas segala limpahan nikmat dan rahmat-Nya yang tak
terhingga.
Banyaknya karunia Allah yang kita rasakan membuat hati kita
terenyuh. Besarnya tanda-tanda kekuasaa-Nyamenjadikan hati kita tersentuh.
Tanpa terasa bibir kita tergerak untuk melantunkan takbir, tahmid dan tahlil
dengan khusyu’. Pada saat kita menggunakan nikmat untuk
mendekatkan diri kepada-Nya, kita merasakan ada nikmat yang ditambahkan. Kita
semakin merasakan kelembutan belaian kasih sayang-Nya. Hati ini pun terasa
lapang dan damai.
Alhamdulillah, kita kembali merasakan
kegembiraan dan kebahagiaan dalam suasana Idul Adha pada hari ini. Bukan untuk berpesta pora,
tetapi untuk melakukan muhasabah dan mengambil ibrah dari perintah berkurban
dan beribadah haji untuk mengenang kembali peristiwa bersejarah yang dilakonkan
oleh Nabiyullah Ibrahim ’alaihissalam bersama Isterinya, Siti Hajar dan anaknya
Ismail ’alaihissalam.
Kehidupan Nabi Ibrahim benar-benar
sarat dengan keteladanan yang patut diikuti untuk mendapatkan kehidupan yang
bersih dan bebas dari kesemrawutan dan kebrutalan yang melanda dunia saat ini. Beliau
adalah sosok pemimpin yang sangat konsen dan sabar dalam melahirkan generasi
dan membina kader yang diharapkan menjadi pemimpin masa depan.
Pada usia perkawinan yang
sudah sangat senja, di saat beliau dan istri sudah tua, anak yang ditunggu
sebagai generasi pelanjut belum juga dikaruniakan. Dalam penantian yang panjang
seperti itu, tidaklah menyebabkan Nabiyullah Ibrahim As berputus asa dari
Rahmat Allah SWT. Beliau tetap istiqamah, terus menerus berdo'a dan memohon kepada-NYA
agar dianugerahi keturunan yang shaleh. Beliau selalu berdo’a “Robbi habli minassholihin, Robbi habli minassholihin,
Robbi habli minassholihin”, Wahai Tuhan-ku karuniakanlah
kepadaku anak yang shaleh. Akhirnya Allah menganugrahkan kepadanya seorang anak
yang diberi nama Ismail As.
Baru saja menikmati
kebahagiaan dengan kelahiran putranya Ismail, Allah lalu memerintahkan kepada
Nabi Ibrahim As untuk membawa dan menempatkan istri dan anaknya di dekat
Baitullah. Hal ini disebutkan Allah dalam firman-Nya:
رَّبَّنَا إِنِّي أَسْكَنتُ مِن
ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِندَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا
لِيُقِيمُواْ الصَّلاَةَ
“Wahai Tuhanku, sesungguhnya aku telah menempatkan
sebagian dari keturunanku di sebuah lembah yang tiada tanam-tanamannya, di
dekat rumah-Mu (Baitullah) yang disucikan, Ya Tuhanku (yang demikian itu) agar
mereka mendirikan shalat”. (QS. Ibrahim: 37)
Lihatlah bagaimana sosok
Nabiyullah Ibrahim As diuji oleh Allah dengan ujian yang sangat berat. Beliau diperintahkan untuk berpisah dengan keluarganya, bahkan disuruh untuk
menempatkan istri yang baru melahirkan dan anaknya yang masih merah di sebuah
tempat yang gersang, bahkan sangat gersang. Para ahli tafsir menggambarkan, saking
gersangnya tempat itu sampai-sampai rumputpun tidak tumbuh sama sekali. Istri ditinggal
sendiri tanpa suami dan sanak keluarga, tanpa pembantu dan tetangga. Ditinggal
di gurun pasir yang panas dan bukit batu yang ganas.
Dalam kondisi seperti itu Siti
Hajar tidak berputus asa. Ketika semua perbekalannya telah habis, demi
keberlangsungan hidup anaknya dan demi kasih seorang ibu kepada anaknya, iapun
berlari mencari air dari bukit shafa ke bukit marwa. Setelah perjuangannya
telah mencapai titik optimal, Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyang
menurunkan bantuan-Nya dengan mengeluarkan mata air di dekat kaki Ismail. Mata
air itu kemudian kita kenal dengan sumur zamzam yang mengalir dan dapat
dinikmati jutaan kaum muslimin hingga saat ini.
Sungguh benar janji Allah, fa-inna ma’al-‘usyri yusra,
inna ma’al-usyri yusra. Maka sesungguhnya bersama
kesulitan itu ada kemudahan, sungguh bersama kesulitan itu ada kemudahan.
Para muslimah patut
meneladani Siti Hajar karena beliau adalah sosok isteri yang yang tabah menghadapi ujian kehidupan yang
sangat berat. Isteri yang setia mendampingi suami dalam suka dan duka. Isteri
yang selalu mendukung perjuangan suami dalam menegakkan kebenaran. Beliau juga
seorang ibu yang ikhlas mengasuh dan mendidik anak-anaknya. Ibu yang memiliki perhatian
besar terhadap masa depan putra-putrinya.
Allahu Akbar
3X, walillahilhamd !
Kaum Muslimin dan Muslimat
yang dirahmati Allah
Tatkala Ismail, Sang generasi
pelanjut yang telah lama dinantikan telah mencapai umur sanggup “membantu dan
berusaha bersama ayahnya”, umur yang sudah bisa diajak bertukar pikiran untuk
mencari penyelesaian problem yang ada, umur dimana Ismail telah menampakkan
tanda-tanda keshalehan dan kekaderannya, umur yang sangat menyenangkan untuk
diajak jalan bersama, yang oleh Al-Qur’an disebut dengan ma'ahus sa'ya, datanglah ujian
keimanan berikutnya. Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, Allah yang tidak
pernah berbuat dzalim kepada hamba-Nya, memerintahkan kepada Nabi Ibrahim As
untuk menyembelih putra tercinta, putra tunggal, harapan satu-satunya yang
menjadi pelanjut risalah perjuangannya.
Cinta orang tua kepada Anak, harapan pemimpin kepada kader
pelanjut perjuangan, dan rasa belas kasih seorang hamba diperhadapkan dan
dibenturkan dengan ketaatan dan kepasrahan kepada kehendak dan perintah Allah
Yang Maha Kuasa.
Nabi Ibrahim As menyadari bahwa hidup ini harus selalu dalam ketaatan
kepada Allah Yang Maha Kuasa, Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Ketaatan
kepada Allah adalah harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar. Apapun pengorbanan
yang diminta, apapun resiko yang harus ditanggung, perintah Allah itulah yang
terbaik, perintah Allah itulah yang harus didahulukan dan ditaati. Bahkan
sampai pada tingkat dimana perintah itu dalam pandangan kita terasa dan
terlihat seperti sesuatu yang sangat tidak wajar, tidak masuk akal, bahkan
tidak manusiawi, harus dan wajiblah kita sebagai seorang yang mengaku beriman
untuk mengatakan “Sami’na wa ‘Atha’na – kami
dengar dan kami patuhi”.
Menyadari akan hal tersebut, Nabi Ibrahim pun menajamkan
aqidah dan keyakinannya untuk mewujudkan perintah itu. Beliau kemudian
menyampaikan perintah Allah tersebut kepada putranya, Ismail As. Di luar
dugaan, beliau mendapatkan jawaban dan respon yang luar biasa. Tatkala beliau
mengatakan kepada putranya Ismail: “Wahai
anakku sungguh aku melihat dalam mimpiku bahwa aku diperintahkan Allah untuk
menyembelihmu, maka kemukakanlah bagaimana pendapatmu?. Dengan
tegas, sopan dan penuh keyakinan kepada Rahmat dan Kasih Sayang Allah SWT,
Ismail As menampakkan bukti keshalehannya,
dengan mengatakan:
قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِن شَاء
اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ ﴿١٠٢﴾
"Wahai ayah,
laksanakanlah apa yang diperintahkan Tuhan kepada ayah, Insya Allah ayah akan
mendapati saya dalam keadaan sabar".(As-Shaffat;102)
Allahu Akbar 3X, walillahilhamd !
Ikhwanie kaum Muslimin yang
berbahagia.
Jawaban yang dilontarkan
oleh Ismail ini adalah gambaran keberhasilan sebuah proses pendidikan, yaitu
pendidikan tauhid, sebuah pendidikan yang telah dilakoni dengan gemilang oleh
Nabiyullah Ibrahim dalam keluarga beliau. Pendidikan tauhid ini menjadikan
Ismail mampu menjalankan perintah Allah hingga dengan resiko pengorbanan nyawa.
Keteguhan hati dan
kepasrahan yang tinggi bagi Ismail untuk menerima perintah Allah yang sangat
berat itu, disebabkan karena keberhasilan kedua orang tuanya menanamkan
ketauhidan dalam jiwanya.
Keberhasilan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam di dalam mendidik dan mengkader anaknya bukanlah pekerjaan ringan,
yang bisa didapatkan dalam waktu yang
singkat saja. Hal itu merupakan pekerjaan berat yang butuh waktu panjang. Nabi
Ibrahim secara terus menerus memberikan contoh peragaan ketaatan seorang hamba kepada
Tuhannya dalam segala hal. Peragaan inilah yang selalu ditangkap dan dihayati oleh
putranya Ismail sehingga terpatri dalam jiwanya.
Sekarang mari kita tanya diri kita. Sudahkah kita memberi
keteladanan yang baik kepada anak-anak kita? Sudahkah kita mendoakan mereka
setiap selesai shalat agar menjadi anak-anak yang shaleh? Sudahkah kita
menyelamatkan mereka dari lingkungan yang rusak?
Kehidupan yang saat ini dibanjiri informasi pornografi, entertainment,
godaan dunia yang melalaikan dan berbagai macam bentuk kemaksiatan, sungguh
merupakan tantangan yang sangat berat. Kita dikepung dengan gaya hidup
hedonisme yang mengejar kenikmatan dunia dengan segala cara. Jika kita tidak
sungguh-sungguh menyelamatkan anak dan keluarga kita, bisa jadi kita terseret
arus global ini.
Sungguh sangat menyedihkan
dan memprihatinkan. Peristiwa tawuran antar remaja, pelajar bahkan mahasiswa
yang sering terjadi akhir-akhir ini, hingga mengakibatkan korban jiwa. Lebih
menyedihkan lagi, ketika menteri Pendidikan, Muhammad Nuh mengorek pengakuan
seorang pelajar yang telah membunuh temannya dalam tawuran tersebut, ia mengaku
“puas” atas
perbuatannya. Na’udzu billah tsumma
na’udzubillah. Kenyataan ini
membuktikan bahwa pendidikan yang hanya memacu kecerdasan otak dan mengejar
prestasi akademik semata, sungguh tidak memadai. Mereka membutuhkan pendidikan
karakter dan pembinaan keagamaan.
Memang untuk mendapatkan generasi
sebagaimana yang kita harapkan, memerlukan perhatian dan pengorbanan yang
sangat besar, bahkan harus diiringi dengan kesabaran dan keikhlasan yang tinggi.
Makanya sangat aneh jika kita merindukan lahirnya kader pelanjut yang
didambakan, sementara perhatian dan pengorbanan yang diberikan untuk itu masih
kurang. Atau mungkin pengorbanan dan perhatian sudah cukup besar, tapi belum
proporsional. Perhatian dan pengorbanan yang diberikan lebih banyak kepada
hal-hal yang bersifat materi, bukan pada spirit dan ruhaninya, bukan pembekalan
spirit kepemimpinan dan hal-hal yang bersifat transenden.
Anak-anak kita perlu mendapatkan
perhatian yang serius dari kita para orang tua, guru dan pemerintah. Jangan sampai
hanya aspek intelektualnya yang diperhatikan, tetapi mental dan spritualnya
memprihatinkan. Jangan kita bangga dengan pendidikan yang hanya memacu
kecerdasan otaknya, tapi semakin hari semakin rusak akhlaknya, semakin jauh
dari agamanya.
Kita sangat mendambakan generasi
yang bertauhid dan berkarakter, berakhlak mulia dan tekun beribadah, anak yang
patuh dan hormat kepada orang tua. Kita mengharapkan kader yang selalu siap
pakai, siap menghadapi benturan dan tantangan hidup, memiliki etos kerja yang tinggi,
bekerja dengan penuh dedikasi, memiliki banyak inisiatif dan siap berkorban
sebagaimana contoh yang telah diperagakan oleh sosok Nabi Ibrahim As dan
keluarganya, Siti Hajar dan Ismail As.
Allahu Akbar
3X, walillahilhamd !
Ikhwanie Muslimin dan Muslimat
yang dirahmati Allah
Pesan inti yang
terkandung dalam syariat qurban tidak lain adalah
bagaimana kita meningkatkan spirit dan semangat berkorban dalam kebaikan dan
kebenaran. Makna dan hakikat kurban bukan sekedar menyembelih hewan kemudian
dagingnya disedekahkan kepada fakir miskin. Tidak juga berarti bahwa daging dan
darahnya yang akan sampai kepada Allah SWT. Namun yang menjadi penilaian bagi
Allah adalah kualitas takwa yang dihasilkan dari ibadah kurban itu sendiri.
Allah berfirman:
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَٰكِنْ يَنَالُهُ
التَّقْوَىٰ مِنْكُمْ
”Daging (hewan kurban) dan darahnya
itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya
adalah ketakwaan kamu” (QS. Al Hajj: 37)
Dengan demikian ibadah
kurban merupakan konsekuensi iman dan takwa kepada Allah SWT. Dalam konteks sejarah, dimana umat Islam
menghadapi berbagai cobaan, makna pengorbanan amat luas dan mendalam. Rasulullah
s.a.w. dan para sahabatnya yang berjuang menegakkan Islam di muka bumi ini
memerlukan pengorbanan yang teramat berat sebagaimana diderita oleh umat Islam
di Mekkah ketika itu.
Umat Islam disiksa,
ditindas, dan sederet tindakan keji lainnya dari kaum kafir Quraisy. Rasulullah
sering dihina dan dicacimaki, beliau pernah ditumpuki batu oleh penduduk Thaif,
dianiaya oleh kafir Quraisy, Abu Lahab dan Abu Jahal memperlakukan beliau
dengan kasar dan kejam. Para sahabat seperti Bilal bin Rabah ditindih dengan
batu besar di tengah sengatan terik matahari, Yasir dibantai, dan seorang ibu
yang bernama Sumayah, ditusuk kemaluannya dengan sebatang tombak.
Tak hanya itu, keluarga
Rasulullah saw dibaikot dan diasingkan. Berbulan-bulan mereka harus menangung
penderitaan yang luar biasa. Untuk mempertahankan hidup keluarga beliau saw terpaksa
memakan kulit kayu, daun-daun kering bahkan kulit-kulit bekas.
Dalam konteks
kekinian, pengorbanan umat Islam di berbagai belahan dunia terlihat nyata di
Palestina dimana mereka memikul beban
yang sangat berat. Mereka mengalami blokade, penyiksaan, penganiayaan dan
pembataian oleh Zionis Israel. Akan tetapi bagi mereka tidak ada kata menyerah, mereka
terus berjuang membela martabat dan kehormatan bangsa dan agamanya.
Demikian halnya
penderitaan dan pengorbanan yang dialami oleh saudara-saudara kita, komunitas muslim Rohingya di
Myammar. Dengan sikap dan keyakinan mereka terhadap Islam, mereka harus
mengalami berbagai penyiksaan, diskriminasi, penindasan dan pembunuhan oleh masyarakat dan penguasa yang berbeda keyakinan.
Sudah menjadi
sunnatullah bahwa pertarungan antara al-haq dan al-bathil tidak pernah
berakhir. Permusuhan orang kafir terhadap Islam dan kaum muslimin akan terus
berlanjut hingga akhir zaman. Kasus pelecehan dan penghinaan terhadap
Rasulullah s.a.w. melalui film ”innocence of muslim” di Amerika dan pembuatan
carton baginda di Perancis adalah bukti nyata kebencian mereka terhadap Islam. Tindakan
seperti ini mereka lakukan sebagai wujud kekhawatiran terhadap kebangkitan
Islam. Mereka terus berusaha memadamkan cahaya Islam di muka bumi ini.
Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
يُرِيدُونَ لِيُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَاللَّهُ مُتِمُّ
نُورِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ
”Mereka hendak memadamkan cahaya
(agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, tetapi Allah menyempurnakan
cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir membencinya”. (Ash-Shaff : 8)
Menyikapi berbagai
kasus seperti ini, umat Islam diharapkan agar tidak terprovokasi. Kita sepakat untuk
mengutuk perilaku pelecehan terhadap baginda Rasulullah s.a.w. dan menuntut
agar pelakunya dikenai hukuman seberat-beratnya. Namun lebih dari itu mari kita
menyatukan langkah untuk menghadapi mereka dengan strategi yang terencana dan
tindakan yang cerdas bukan dengan cara anarkis dan sporadis.
Mari kita hasilkan karya dan prestasi untuk
membuktikan kemampuan umat Islam. Mari kita tampilkan akhlakul karimah untuk
menunjukkan keindahan Islam. Mari kita amalkan al-Qur’an dan Sunnah untuk
membuktikan keagungan syariat Allah. Mari kita galang persatuan kaum muslimin
untuk membangun kekuatan ummat. Mari kita tingkatkan pengorbanan kita agar
Allah berkenan menurunkan pertolongan-Nya.
Kita berharap kasus demi kasus yang melecehkan Islam,
konspirasi global untuk menyudutkan kaum muslimin dan berbagai tragedi
memilukan yang terjadi di negeri-negeri Islam semoga dapat menyentakkan umat
Islam untuk bangkit berjuang lebih maksimal lagi. Kita pun berharap agar
revolusi yang terjadi di Timur Tengah baru-baru ini menjadi titik awal
kebangkitan ummat. Kita mendoakan dan mendukung terwujudnya kerja sama dan
persatuan yang kokoh di antara Negara-negara Islam sedunia.
Allahu Akbar 3X, walillahilhamd.
Saudara-saudara kaum
Muslimin rahimakumullah.
Pengorbanan dalam
konteks kehidupan saat ini, bisa dilihat dari seorang pemimpin yang berusaha untuk
menyejahterakan rakyatnya, pemimpin yang adil dan berusaha memberikan
kontribusi bagi negaranya. Pengorbanan seorang suami sebagai kepala rumah
tangga, berjuang membanting tulang demi menafkahi dan menyelamatkan
keluarganya. Kesetiaan seorang istri terhadap suaminya juga merupakan wujud
pengorbanan. Orang tua mendidik dan membesarkan anak-anaknya sehingga menjadi
sukses dan berhasil, juga wujud pengorbanan. Dengan demikian, pengorbanan bisa
berdimensi luas. Pengorbanan merupakan konsekuensi logis dari keyakinan yang
diperjuangkan demi sebuah kebenaran.
Kesanggupan Nabi
Ibrahim As menyembelih anak kandungnya sendiri Nabi Ismail, bukan semata-mata
didorong oleh perasaan taat setia yang membabi buta, tetapi meyakini bahwa
perintah Allah S.W.T. itu harus dipatuhi. Bahkan Allah Ta’ala memberi perintah
seperti itu sebagai peringatan kepada umat yang akan datang agar siap
mengorbankan diri, keluarga dan harta benda yang disayanginya demi menegakkan
perintah Allah.
Hidup adalah perjuangan
dan setiap perjuangan pasti memerlukan pengorbanan. Pengorbanan Nabi Ibrahim bersama keluarganya
patut selalu direnungi dan diteladani oleh semua manusia dari semua level usia
dan latar belakang tingkat pendidikan. Karena semangat berkorban adalah
tuntutan paling besar yang ada dalam lingkungan keluarga, masyarakat maupun,
agama bangsa dan negara.
Allahu Akbar 3X, walillahilhamd.
Saudara-saudara kaum
Muslimin rahimakumullah.
Nabi Ibrahim juga dikenal
sebagai manusia yang patut diteladani dari segi kedermawanannya. Dicatat dalam
sejarah bahwa Nabi Ibrahim adalah manusia yang paling senang menerima tamu. Kalau
tiba waktu makan dan tidak ada orang yang ditemani makan dia keliling mencari
teman makan. Nabi Ibrahim
dikenal sebagai orang yang paling senang membantu kepada sesama manusia. Kebiasaannya
yang seperti inilah yang membuat orang sangat senang kepadanya.
Sifat dermawan ini hendaknya menjadi warna dari kehidupan
seorang muslim. Karena lewat jiwa-jiwa yang dermawan inilah dakwah Islam dapat
dikembangkan lebih maksimal dan dapat mengentaskan kemiskinan. Pada zaman Rasulullah
s.a.w. kedermawanan para sahabat yang dikaruniai kekayaan materi itulah yang
menopang perjuangan risalah Islam sehingga kita dapat menikmatinya hingga saat
ini.
Kita harus meyakini bahwa dengan berkorban di jalan Allah
melalui infaq fi sabilillah, kita tidak akan menjadi miskin dan harta pun tidak
akan berkurang, tetapi justru akan memberikan tambahan keberkahan. Rasulullah
s.a.w. bersabda yang artinya:
Setiap
hari dua malaikat turun kepada seorang hamba. Salah satunya berdoa: "Ya
Allah berilah pengganti dari harta orang yang berinfaq" Dan yang lain
berdoa: "Ya Allah binasakanlah harta orang yang tidak mau berinfaq"
(HR. Bukhari-Muslim)
Memang terbukti bahwa perjalanan hidup orang yang pemurah
dan dermawan akan dilapangkan rezekinya
dan diberikan kebahagiaan dalam
kehidupannya. Oleh karenanya, bagi kita yang memiliki kelapangan rezeki
pada hari ini, marilah kita mengambil
bagian dari kewajiban ber-qurban. Masih ada waktu hingga 3 hari sesudah ini.
Allah SWT mengingatkan kepada kita:
(3) إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ
الْأَبْتَرُ (2) فَصَلِّ
لِرَبِّكَ وَانْحَرْ (1) إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu
pemberian yang banyak . Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berqurbanlah. Sesunguhnya
orang-orang yang membenci kamu dialah yang binasa”. (S.Al-Kautsar : 1 – 3)
Ayat ini bukan hanya
sekedar memerintahkan kita memotong hewan kurban, tapi juga memberi jaminan
bahwa dengan menegakkan dan memperbaiki shalat
menjadi alasan bagi Allah untuk membela kita dan menghancurkan
lawan-lawan Islam.
Kini Allah
menuntut kesiapan kita untuk berkorban lebih maksimal lagi demi menggapai
ridha-Nya. Pengorbanan harta, raga, jiwa, waktu dan pikiran kita demi terbangunnya
Peradaban Islam dan tegaknya dinullah di muka bumi. Hanya dengan pengorbanan, kita akan
meraih kemuliaan hidup di dunia dan di
akhirat. Hanya dengan perjuangan dan pengorbanan, pertolongan Allah akan datang
dan kemenangan akan diraih.
Semoga Allah SWT memberkati kita semua. Untuk itu marilah
kita berdo'a :
الحـمد للـه رب العـالمـين، و الصلاة و السلام على نبينـا محمد
والـه وصحبه اجمعين.
أَللّهُمَّ اغْفِرْ
لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، اللّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدِيْنَا
وَارْحَمْهُمْ كَمَا رَبَّوْنَا صِغَارًا .اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ
لَنَا دِيْنَناَ الَّذِى هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْينَا
الَّتِى فِيْهَا مَعَاشُنَا وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا الَّتِى إليها مَعَادُنَا
وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِى كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلِ الْمَوْتَ
رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شرّ.
اَللَّهُمَّ
أَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا، وَوُلاَةَ أُمُوْرِ الْمُسْلِمِيْنَ، وَوَفِّقْهُمْ
جَمِيْعًا لِتَحْكِيْمِ شَرِيْعَتِكَ، وَالْعَمَلِ بِكِتَابِكَ، وَالالْتِزَامِ
بِسُنَّةِ نَبِيِّكَ، بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. اللهم بِعزَّتِكَ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالُمسْلمِينَ، وأذِلَّ
الشِّركَ والمشركين. اللهم انْصُرْ إِخْوَانَنَا المُجَاهِدِيْنَ على أَعْدَائِكَ
أَعْدَاءِ الدِّيْنَ.
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا
وَاِنْ لَمْ تَغْفِرْلَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّا مِنَ الْخَاسِرِيْنَ،
اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنَّا دُعَائَنَا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
وَتُبْ عَلَيْنَا اِنَّكَ اَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ. رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا اِنْ نَّسِيْنَآ أَوْ اَخْطَأْنَا رَبَّنَا
وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَآ اِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ
قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا
وَاغْفِرْلَنَا وَارْحَمْنَا اَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ
الْكَاِفِرِيْنَ رَبَّنَا
آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ
النَّارِ، وَسُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلاَمٌ
عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاتُهُ